Susaaaahhhhh banget nyari SD di Malang yang sesuai kriteria. Problematika pertama dan yang utama adalah memang lokasi rumahku yang jauh dari peradaban, it's really on the outskirts of the city.
Makin ke sini, aku nggak lagi silau sama SD SD yang mentereng atau punya nama besar di Malang. Sekarang, banyak banget hal yang aku pertimbangkan untuk memilih SD. Jujur aja, tiap malam aku jadi kepikiran dan pusing. Soalnya tahun depan banget nih Haya udah SD tapi aku belum juga menemukan SD yang cocok T___T
Soal Jarak
Jarak memanglah hal yang sangat menjadi pertimbangan dalam memilih sekolah dasar. Kenapa?
Berpengaruh pada jam tidur
Seperti yang pernah aku ceritakan di tulisan kenapa Haya masih TK, durasi dan kualitas tidur sangat penting bagi pertumbuhan anak. Nah, sekarang bayangin kalau sekolah anak kejauhan dari rumah, otomatis anak harus bangun lebih pagi. Kalau waktu tidur anak nggak cukup, maka akan susah bagi anak untuk bangun secara alami. Efeknya apa? Tentu orang tuanya lah yang akan bangunin si anak.
Aku pribadi sangat nggak suka bangunin anak tidur, karena aku pun nggak suka saat lagi enak tidur dibangunin. Mood anak yang bangun alami dengan yang dibangunin pasti beda, apalagi kalau tidurnya kurang.
Nggak mau deh aku rungsing pagi-pagi ngerusak mood anak T___T
Ga mungkin ngucapin have a nice day ke anak yang sejak bangun tidur moodnya udah rusak.
Habis di jalan
Berikutnya, sekolah yang jauh dari rumah membuat waktu anak-anak habis di jalan. Cepek Bun.
Dulu pas Haya 4 tahun pernah aku masukin playgroup yang jaraknya sekitar 13km dari rumah. Berangkat naik mobil di jalanan lowong sekitar 40 menit. Saat itu di mobil Haya nanyaaaa terus,
Ummaa, masih jauh nggak? Masih lama nggak nyampenya?
Heuuu, sungguh bodohnya aku saat itu. Ngapain juga aku nyekolahin anak di umur segitu, kejauhan lagi. Jangan ditiru yaa Bun.
Anyway, dari situ jadi belajar bahwa jarak yang nggak terlalu jauh adalah kriteria yang sangat penting dalam memilih sekolah anak. Apalagi kalau di kota besar dan macet pulang pergi. Kebayang nggak tuh gimana stressnya di jalan.
Berapa jarak ideal antara rumah ke SD? Menurutku 15 menit. Maksimal banget 25 menit deeehhh, nawar hahaha. Soalnya, di sekitar rumahku nggak ada SD yang aku sreg T___T
Value Keluarga
Kalau soal jarak udah bikin pusing, membahas value keluarga bikin makin kliyengan. Yang paling sederhana deh soal snack. Di keluarga kami sangat membatasi makanan kemasan dan juga makanan manis. Namun sayangnya beberapa sekolah yang aku survey kantinnya menjajakan segala rupa minuman kemasan manis dan berpengawet. Selain itu jajanannya chiki-chikian dan coklat T___T
Belum lagi soal pilah sampah dan value keluarga lainnya. Kejauhan, hmmm. Jadi ya udah terima aja kalau di Malang sekolah adanya ya yang begini. Kalau banyak mau memang susah, bikin sekolah aja sendiri ahahahaha.
Tentang ajaran Islam
Aku dan suami sepakat bahwa nilai-nilai Islam dan perkara ibadah haruslah orang tua yang ngajarin. Tidak terkecuali baca tulis Qur'an dan mentadabburinya. Jadi, kami nggak ngebet menyekolahkan anak di sekolah Islam tertentu. Namun, juga nggak mesti kami nggak menyekolahkan anak ke sekolah Islam. Wkwkwkw, bingung nggak tuh?
Intinya, sekolah Islam adalah pilihan yang setara dengan sekolah umum lainnya. Nggak harus, tapi juga nggak anti.
Menurut kami, selain memang karena kewajiban orang tua (tetutama ayah) adalah mendidik ilmu agama, juga kami ingin punya amal jariyah. Setiap anak membaca, memperoleh ilmu lalu mengamalkan ilmu tersebut dan bermanfaat, kami ingin ambil bagian Ya Allah, izinkanlah.
Jadi misalnya nanti yang terpilih adalah sekolah Islam, kami akan tetap semaksimal mungkin ngajarin lebih dulu ketimbang sekolah. Kami pengen banget ngajari anak-anak step by step, dan dengan dalil. Bismillah, semoga prakteknya bisa terlaksana yaaa.
Makanya, sekarang kami juga lagi belajar Islam lagi nih. Karena, apa yang mau diajarkan ke anak kalau orang tuanya aja nggak punya ilmu, ya kan?!
Terus terus, misalkan nanti akhirnya memilih sekolah Islam, kami juga akan mencari sekolah Islam yang kurikulumnya nggak berat untuk anak SD. Nggak mau ah hafal ini itu tapi implementasinya dikit doang atau bahkan nol.
Bahasa Pengantar
Aku ngotot pengen menyekolahkan Haya ke SD yang pengantarnya Bahasa Inggris atau minimal bilingual lah. Aku merasa ini penting banget di jaman sekarang. Buku-buku yang bagus dan berbagai ilmu pengetahuan masih terlalu banyak yang belum diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
So, kita lah yang musti jemput bola dengan belajar bahasa Inggris. Biar bisa lebih banyak menerima ilmu pengetahuan.
Aku dan juga suami yang bahasa Inggrisnya pas-pasan, tidak ingin anak-anak menjadi seperti kami. Nggak bisa bahasa Inggris rasanya agak menghambat segala hal. Contohnya, kuliah di luar negeri hehe.
Namun, lagi-lagi namun, sekolah bilingual english-indo (yang bukan sekolah Kristen) di Malang itu sangaaaaaatttt terbatas. Coba deh aku sebutkan yaa, MLI, PJ Global School, IISS, MISS, SD Lab UM, Chalidana Islamic School, udaahhhh. Yang lain seperti Al-Azhar, Sabilillah, Al Kautsar tuh nggak benar-benar bilingual dalam prakteknya.
Hmmm, apakah kengototanku nantinya akan membuat Haya sekolah di salah satu SD di atas? Nggak tauuuu. Karena setiap sekolah di atas ada plus minusnya yang endingnya semuanya membuatku tidak sreg.
REPOT.
Biaya Sekolah
Last but not least tentu biaya. Punya dua anak otomatis biaya pendidikan akan terbagi untuk dua anak. Jadi, mari realistis aja sesuai dengan kemampuan.
Kalau untuk uang pangkal alhamdulillah kami udah lama banget menabung. Bisa lah buat masuk SD manapun di kota Malang. Tapi, hey, sekolah bukan cuma tentang uang pangkal. Ada SPP, ekskul, uang buku dan peralatan, daftar ulang tahunan, katering, dll.
Kalau untuk biaya tahunan seperti buku, daftar ulang dsb okelah bisa menabung. Tapi untuk SPP dll yang bulanan, harus dipikirkan matang-matang agar tidak mengganggu cashflow bulanan.
Idealnya, maksimal banget uang sekolah bulanan anak-anak tuh 20% dari penghasilan kedua orang tua. Jadi kalau anaknya dua ya berarti tinggal dibagi dua. Intinya, berapapun anaknya, biaya pendidikan bulanan kalau bisa tidak lebih dari 20% penghasilan itu tadi.
Udah, silakan berhitung Bun, aku udah khatam :')))))
Daaaannnn yang perlu menjadi perhatian adalah kalau salah satu atau kedua orang tua meninggal, kira-kira yang mengasuh anak kita berikutnya bisa nggak meneruskan biaya sekolah anak-anak? Atau anak-anak jadi harus pindah sekolah ke yang lebih murah? Huhu, sedih banget.
That's why pilih sekolah selain sesuai kemampuan kita juga kalau bisa sesuai kemampuan pengasuh berikutnya kalau-kalau kita meninggal lebih cepat *cry*
Kalau enggak, ya berarti banyakinlah tabungan sampai bisa mengcover spp bulanan, uang buku dan yang lainnya sampai anak-anak minimal kelas enam sd.
Semoga kita bisa membersamai anak-anak sampai mereka mapan dan siap kita tinggalkan yaa Bun, aamiin.
Kayaknya ini dulu deh keruwetan di dalam kepalaku akhir-akhir ini. Nanti kalau ada lagi, akan aku tambahin, HAHA. See ya!
Post a Comment
Post a Comment